LANGSA | Journalistpolice.com – Himpunan Aktivis Hukum Aceh (HAH-Aceh) Perwakilan Langsa, secara tegas menolak rencana pembentukan batalyon baru Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Provinsi Aceh. Penolakan ini disampaikan langsung perwakilan HAH-Aceh, M Nur, Selasa 8 Juli 2025.
Menurut M Nur, pembentukan batalyon baru di Aceh tidak relevan dan berpotensi mencederai semangat perdamaian telah dibangun melalui perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia pada 2005 lalu.
Kata dia, konsep rekonsiliasi perdamaian di Aceh menekankan peran TNI sebagai bagian dari proses damai. “Bukan sebagai kekuatan dominan,” ucap M Nur, seraya menegaskan
penambahan personel TNI di Aceh berpotensi melanggar poin 4.11.
“Dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, menyebutkan jumlah pasukan TNI di Aceh tidak boleh melebihi 14.700 personel,” ungkapnya.
Seharusnya, kata Aktivis M Nur, poin MoU Helsinki ini tetap dijaga, itu merupakan ruh perdamaian Aceh dengan RI.
Dia menyebut, bahwa pembentukan batalyon baru justru membuka kembali luka lama konflik dan tidak memiliki urgensi di tengah belum terealisasinya sejumlah poin penting dalam MoU tersebut.
Selain itu, kata dia, menilai, jika alasan pembentukan batalyon untuk pertahanan negara, warga Aceh siap menjadi garda terdepan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
“Sejarah mencatat Aceh merupakan modal utama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” katanya.
M Nur juga menyoroti sejumlah kasus sengketa tanah seperti di Blang Padang dan Sabang, melibatkan institusi TNI, ini sebagai indikasi jika keberadaan tambahan pasukan, justru dapat memicu ketegangan baru.
Sebab itu, ia meminta Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), agar tidak lengah dan benar-benar menjalankan fungsi pengawasan terhadap isu ini demi menjaga harkat dan martabat Aceh sebagai wilayah damai berdasarkan kesepakatan MoU Helsinki.
“Kami meminta Pemerintah Pusat untuk tidak memperkeruh suasana damai ini. Jangan tambahkan batalyon baru di Aceh. Yang dibutuhkan Aceh sekarang adalah realisasi penuh poin-poin MoU, bukan militerisasi,” tutup Aktivis M Nur.