BADA ACEH || Journalistpolice.com – Kapolda Aceh Irjen Pol Marzuki Ali Basyah didesak segera memberikan klarifikasi atas tudingan Panitia Khusus (Pansus) DPRA yang menyebut aparat penegak hukum (APH) menerima suap dari aktivitas tambang ilegal di Aceh dengan nilai mencapai Rp 360 miliar per tahun.
Desakan itu disampaikan Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar. Menurutnya, isu ini tidak boleh dibiarkan karena menyangkut reputasi kepolisian.
“Isu ini sangat serius. Kami mendesak Kapolda Aceh membentuk tim khusus untuk mengusut tudingan ini, mulai dari level polsek, polres, polda, bahkan jika ada pejabat pusat yang terlibat,” kata Nasruddin kepada wartawan, Sabtu, 27 September 2025.
Sebelumnya, dalam rapat paripurna pada 25 September 2025, Pansus Minerba dan Migas DPRA mengungkap adanya ratusan tambang ilegal di Aceh. Mereka juga menemukan sekitar 1.000 unit ekskavator yang diduga menyetor Rp 30 juta per bulan kepada aparat. Jika dikalkulasi, jumlahnya mencapai Rp30 miliar per bulan atau Rp 360 miliar per tahun.
“Kalau saja dana sebesar itu masuk ke kas negara sebagai pajak resmi, tentu bisa digunakan untuk membangun fasilitas umum,” kata Nasruddin.
Ia mengingatkan agar Pemerintah Aceh tidak gegabah menutup tambang ilegal, sebab ribuan orang menggantungkan hidup dari aktivitas tersebut. Ia menyarankan agar pemerintah segera mendata tambang ilegal untuk dilegalkan menjadi tambang rakyat.
“Jika tambang rakyat sudah memiliki izin resmi, pajaknya akan masuk ke kas daerah atau negara, bukan ke kantong aparat,” tegasnya. (Red)
Sumber: Dikutif dan dilangsir dari media ajnn.net